CATATAN KELUARGA RASULULLAH S*A*W

widgets

KISAH NABI NUH 'ALAIHISSALAM

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nuh ‘alaihissalam

  ketika berhala dan para thaghut disembah dan orang-orang mulai terjerumus ke dalam kesesatan dan kekufuran. Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi para hamba-Nya. Nuh ‘alaihissalam adalah rasul pertama yang diutus kepada penghuni bumi.

Tatkala Allah mengutus Nuh ‘alaihissalam ia menyeru kaumnya untuk mengesakan peribadatan kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Menyeru agar mereka tidak menyamakan peribadatan kepada Allah dengan patung-patung, berhala, dan thaghut. Mereka harus mengakui (meyakini) keesaan Allah serta mengakui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

“Dan mereka berkata: ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. “‘ (QS. Nuh: 23).

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Ini merupakan nama-nama orang yang shalih di kalangan kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syetan membisikkan kepada kaum mereka untuk memasang patung di majelis-majelis yang dahulu biasa mereka gunakan. Mereka namakan patung-patung itu dengan nama-nama orang-orang shalih tersebut. Mereka pun melakukannya dan saat itu patung-patung tersebut belum disembah. Hingga setelah mereka meninggal, dan ilmu mulai punah, maka patung-patung itupun disembah.

Nabiyullah Nuh ‘alahissalam menyeru mereka kepada Allah dengan beragam metode dakwah, baik di waktu malam atau siang hari, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dengan metode targhib (anjuran) dan tarhib (ancaman), namun semua metode ini tidak membuahkan hasil. Bahkan kebanyakan mereka tetap berada dalam kesesatan, kesewenang-wenangan, serta menyembah patung dan berhala. Mereka menampakkan permusuhan kepada Nuh serta merendahkannya. Merendahkan orang-orang yang beriman kepadanya serta mengancam mereka dengan rajam dan pengusiran. Mereka mampu merenggut sebagian orang-orang yang beriman dan berhasil mencapai tujuannya. Waktu terus berjalan dan perdebatan antara Nuh ‘alaihissalam dan kaumnya terus berkelanjutan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Ankabut: 14)

Meskipun dengan rentang waktu yang sangat panjang ini, namun sangat sedikit sekali kaumnya yang mau beriman kepadanya. Setiap kali pergantian generasi, maka mereka senantiasa berwasiat kepada generasi berikutnya untuk tidak beriman kepada Nuh, berupaya memeranginya serta menyelisihinya. Karakter yang mereka miliki adalah enggan beriman dan mengikuti kebenaran.

Nabiyullah Nuh ‘alaihissalam mendoakan keburukan untuk mereka, suatu doa yang muncul dari kemarahan karena Allah. Allah pun mengabulkan permohonannya. Maka, saat itulah Allah memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera. Bahtera tersebut terdiri dari tiga tingkat, yang tiap-tiap tingkatnya memiliki ketinggian sepuluh hasta. Tingkat bawah diperuntukkan untuk hewan ternak dan binatang buas. Bagian tengah untuk manusia, sedangkan tingkat atas untuk bangsa burung.

Badai taufan melanda seluruh hamparan bumi: “Dan Nuh memanggil anaknya.” (QS. Hud: 42) Nama anak Nabi Nuh ini adalah Yam, saudara Sam, Ham, dan Yafits. Ia adalah seorang yang kafir, maka ia pun binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketika penduduk bumi telah binasa dan tidak ada seorang pun yang tersisa darinya dari para penyembah selain Allah, maka Allah memerintahkan bumi untuk menelan airnya dan memerintahkan langit untuk menahan air hujan.

Tatkala air telah surut dari permukaan bumi dan memungkinkan lagi untuk bekerja dan tinggal di atasnya, maka atas perintah Allah, Nabi Nuh ‘alaihissalam turun dari bahtera yang berhenti di atas puncak Gunung al-Judi, yaitu gunung yang berada di tanah jazirah yang sudah teramat masyhur. Orang-orang yang berada di atas bahtera bersama Nuh berjumlah delapan puluh orang beserta keluarganya. Ketika Nuh turun ke kaki Gunung al-Judi, ia membangun satu perkampungan yang ia namakan dengan perkampungan tsamanin (delapan puluh), sehingga datang suatu hari ketika lisan-lisan mereka mengucapkan bahasa yang bercampur aduk sebanyak delapan puluh bahasa. Salah satunya adalah bahasa Arab. Sebagian mereka tidak memahami pembicaraan sebagian yang lain, sehingga Nuh ‘alaihissalam menjadi juru bahasa di antara mereka.

Allah berfirman:
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. Ash-Shaffat: 77)

Semua jenis keturunan Adam yang berada di muka bumi saat ini, nasabnya kembali kepada tiga anak Nuh, yaitu: Sam, Ham, dan Yafits.

Dari Samurah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sam bapak bangsa Arab, Ham bapak bangsa Habasyah, sedang Yafits bapak bangsa Romawi.”[1]

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Nabiyullah Nuh ‘alaihissalam ketika menghadapi kematian, ia berkata kepada anaknya, ‘Sesungguhnya aku wasiatkan kepadamu bahwa aku memerintahkan kepadamu dua hal dan melarangmu pula dari dua hal. Aku perintahkan kepadamu untuk mengucapkan kalimat La ilaha illallah; karena iika sekiranya tujuh langit dan tujuh lapis bumi diletakkan di satu telapak tangan dan kalimat la ilaha illallah diletakan di telapak tangan yang lain, niscaya akan lebih berat kalimat la ilaha illallah. Dan (aku perintahkan kepadamu) mengucapkan kalimat: ‘Subhanallah wa bihamdih’, karena kalimat tersebut adalah shalatnya (doanya) segala sesuatu dan karenanya makhluk diberi rezeki. Aku melarang dirimu dari berbuat syirik dan berlaku sombong.’ [2]

Mengenai kubur Nabi Nuh, Ibnu Jarir dan lainnya meriwayatkan bahwa kubur Nuh berada di Masjidil Haram. Pendapat ini lebih kuat bila dibandingkan dengan pendapat para ulama muta’akhkhirin yang menyatakan bahwa kuburannya berada di daerah al-Biqa yang sekarang dikenal dengan sebutan Kark Nuh. Wallahu a’lam bis shawwab.

Foot Note:

[1] HR. At-Tirmidzi dalam sunannya (3155).
[2] HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya (No 6265).

Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as Sunnah

Artikel: www.KisahIslam.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TINGGALKAN JEMPOLMU DISINI YAAA
http://picasion.com/gl/1OgP/
UNTUKMU SAHABATKU

Sahabat titip senyum qu yaa.. Jika suatu saat kita bertemu, ku akan mengambilnya kembali, kemudian memberikannya lg untukmu, dengan penuh ke ikhlasan...

Lewat seorang sahabat yang mulia yaitu Sa'ad bin Abi Waqash radhiyallahu anhu, beliau berkata:
Pada saat kami bersama Rasulullah shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda: ''Apakah seseorang diantara kalian tidak mampu untuk mendapatkan 1000 kebaikan dalam sehari?'' Maka salah seorang yang duduk diantara kami bertanya: ''Bagaimana salah seorang diantara kami mendapatkan 1000 kebaikan?'' Beliau bersabda: ''Bertasbih 100 kali, niscaya ditulis baginya 1000 kebaikan atau dihapus darinya 1000 kesalahan'' - (Hadist Shahih Riwayat Muslim).