Ada banyak ayat yang menyebutkan tentang keberadaan Malaikat.
Allah Ta’ala menyifati mereka sebagai makhluk yang kuat dalam beribadah dalam penciptaan, elok dipandang, besar fisiknya, serta memiliki kemampuan menjelma dalam berbagai wujud.
Adakalanya mereka menjelma menjadi seorang pemuda tampan, yang datang dalam rangka menguji dan mencoba hingga hujjah tegak atas kaum Luth, lalu Allah mengadzab mereka dengan adzab dari Yang Mahaperkasa, Mahakuasa. Begitu juga halnya Jibril yang pernah datang kepada Nabi dalam sifat-sifat yang beragam; terkadang datang dalam rupa Dihyah bin Khalifah al-Kalby, terkadang dalam rupa seorang Arab dusun, dan terkadang pula dengan rupa aslinya. Ia memiliki enam ratus sayap; jarak antara kedua sayapnya sejauh jarak antara timur dan barat. Mereka mampu mengangkat kota-kota kaum Luth yang berjumlah tujuh kota berikut dengan penghuni-penghuni yang ada di dalamnya, sedang jumlah mereka waktu itu mendekati empat ratus ribu malaikat. Semua kota tersebut diangkat di atas ujung sayap-sayapnya hingga mencapai batas langit, sampai-sampai para malaikat mendengar lolongan anjing dan kotekan ayam mereka, kemudian mereka membalikkannya hingga bagian atasnya menjadi bagian bawahnya.
Dan di antara sifat Malaikat Israfil ‘alaihissalam bahwa dia merupakan salah satu pengusung al-’Arsy, yang akan meniup sangkakala atas perintah Rabbnya dengan tiga tiupan;
Pertama, tiupan mengejutkan,
Kedua, tiupan mematikan,
Ketiga, tiupan membangkitkan kembali.
Dari Abu Said, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan shahib (malaikat peniup) sangkakala, ‘Di sebelah kanannya ada Jibril dan di sebelah kirinya ada Mikail’ alaihumus salam.”[HR. Imam Ahmad di dalam Musnadnya (10647)]
Malaikat Jibril turun dengan membawa petunjuk kepada para rasul Allah untuk disampaikan kepada umatnya. Malaikat Mikail diserahkan mengurusi air hujan dan tumbuhan, yang dari keduanya beragam rezeki tercipta di dunia ini.
Mengenai Malakul Maut, maka namanya tidak disebutkan secara jelas, baik di dalam al-Qur’an maupun di dalam hadits-hadits yang shahih. Adapun penamaannya dengan Malaikat Izrail, hal itu tercantum di beberapa atsar, wallahu a’lam.
Di antara malaikat yang namanya disebut di dalam hadits adalah Malaikat Munkar dan Nakir alaihimas salaam. Di dalam hadits-hadits keduanya dikenal sebagai malaikat penanya di dalam kubur.
Yang bertindak sebagai penjaga surga adalah malaikat yang biasa dikenal dengan nama Malaikat Ridhwan. Penamaan ini disebutkan secara tegas di dalam beberapa hadits.
Di antara mereka ada yang diserahkan untuk menjaga neraka dan penjaganya adalah Malaikat Malik. Ada juga malaikat diserahkan untuk mencatat amal-amal hamba sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaf: 17)
Para ulama berbeda pendapat tentang pengutamaan malaikat atas manusia. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Tidak ada satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi Allah dibanding orang yang mulia dari Bani Adam.” la berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 7)
Pendapat ini disepakati oleh Umayyah bin ‘Amr bin Said. ‘Irak bin Malik berkata, “Tidak ada satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi Allah dibanding para malaikat-Nya.” Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata kepada Muhammad bin Ka’ab al-Qurzhy, “Apa pendapatmu tentang ini, wahai abu Hamzah?” Abu Hamzah menjawab, “Allah telah memuliakan Adam, lalu ia menciptakannya dengan tangan-Nya, meniupkan ruh-Nya kepadanya, para malaikat bersujud kepadanya, serta anak keturunannya dijadikan sebagai nabi dan rasul.” ‘Umar ‘Abdul ‘Aziz pun sepakat dengan pendapat tersebut. Namun orang yang berpendapat seperti ini berdalil dengan yang bukan dalilnya, dan selemah-lemah dilalah (penunjukan) adalah apa yang disebutkan secara jelas mengenai hal itu pada firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih”. Karena kandungan ayat ini tidak hanya terbatas pada manusia, karena Allah telah menyifati para malaikat dengan iman pada firman-Nya: “Mereka beriman kepadaNya….” (QS. Ghafir: 7)
Begitu juga halnya dengan jin, Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’an), kami beriman kepadanya…. ” (QS. Al-jin: 13)
Aku (Ibnu Katsir) berkata, “Sebaik-baik hujjah yang dapat dijadikan dalil dalam permasalahan ini (bahwa manusia lebih mulia dibanding malaikat) adalah apa yang diriwayatkan oleh ‘Utsman bin Said ad-Darimy dari ‘Abdullah bin ‘Amr, secara marfu’ dan itulah pendapat yang paling benar. la berkata, ‘Setelah Allah menciptakan surga, para malaikat berkata, ‘Wahai Tuhan kami, peruntukkan ini untuk kami, sehingga kami dapat makan dan minum darinya, karena Engkau telah menciptakan dunia untuk anak-anak Adam.’ Allah berfirman, ‘Aku tidak akan menjadikan (posisi) keturunan yang shalih dari makhluk yang Aku ciptakan dengan Tangan-Ku sebanding dengan (makhluk yang Aku ciptakan) yang Aku hanya berkata kepadanya, ‘jadilah, maka jadilah ia.”[HR.an-Nasai]
Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as Sunnah
Artikel: www.KisahIslam.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar