Mengenai sabda Rasulullah SAW, ‘Matilah sebelum engkau mati:’ “Wahai
sahabat, matilah sebelum engkau mati, jika yang paling engkau kehendaki
adalah hidup; karena dengan mati seperti itu Idris a.s. menjadi
seorang penghuni al- Jannah terlebih dahulu daripada kita semua. ”]
Maulana Rumi Engkau telah banyak menderita, tetapi engkau masih tetap
terhijab, karena kematian itu suatu pokok yang mendasar, dan engkau
belum mencapainya. Deritamu tidak akan berakhir sampai engkau mati:
engkau tidak dapat menjangkau atap tanpa menyelesaikan tangga panjatan.
Walau hanya tersisa dua buah dari seratus anak-tangga, sang pemanjat
yang telah keras berjuang tetap saja terhalang dari menjejakkan kaki
di atas atap. Walau tambang hanya kurang satu dari seratus depa,
bagaimanakah caranya air- sumur masuk ke dalam timba. Wahai pejalan,
tidak akan pernah engkau mengalami kehancuran kapal keberadaan- diri
ini, sampai engkau meletakkan pemberat terakhir. Ketahuilah pemberat
terakhir itu sangatlah pokok, ia bagaikan bintang yang menembus, yang
muncul pada malam hari: ia menghancurkan kapal yang penuh ide- jahat
dan kesalahan ini. Kapal bangga-diri ini, ketika ia sepenuhnya hancur,
menjadi matahari di tengah lengkung biru al-Jannah. Selama engkau belum
mati, deritamu akan terus berkepanjangan: engkau akan dipadamkan
manakala fajar merekah, wahai lilin dari Thiraz! Ketahuilah, Matahari
dari alam ini tetap tersembunyi sampai bintang-bintang kita tertutup.
Gunakanlah tongkat itu kepada dirimu-sendiri: hancurkanlah
cinta-dirimu, karena mata jasmaniah ini bagaikan sumbat pada
pendengaranmu. Engkau tengah menggunakan tongkat itu kepada dirimu-
sendiri, wahai manusia rendah: cinta- diri ini adalah bayangan dari
dirimu-sendiri dalam cermin dari tindakan-tindakan-Ku Engkau telah
melihat bayangan dari dirimu-sendiri dalam cermin dari bentuk-Ku, dan
telah meradang, ingin menempur dirimu- sendiri, Bagaikan singa yang
terjun ke dalam sumur; karena menyangka bayangan dirinya- sendiri
adalah musuhnya. Tidak diragukan lagi, ketiadaan (‘adam) adalah lawan
dari keberadaan (wujud), maksudnya adalah agar dari lawannya ini,
engkau memperoleh sedikit pengetahuan tentang yang sebaliknya. Pada
saat ini tidak ada sarana yang menyebabkan diketahuinya Tuhan, kecuali
dengan penyangkalan kebalikan: dalam kehidupan kini tiada saat yang
tanpa jebakan. Wahai pemilik kesejatian, jika engkau menginginkan
ketersingkapan-hijab al-Haqq, pilihlah kematian dan robeklah hijab.
Bukanlah ini kematian yang kemudian membawamu ke dalam kubur,
melainkan suatu kematian berupa transformasi jiwa, sehingga ia akan
membawamu ke dalam suatu Cahaya. Ketika seseorang beranjak dewasa, masa
kanak- kanaknya mati; ketika dia tumbuh putih seperti orang Yunani, ia
menanggalkan celupan hitamnya yang bagaikan orang Afrika. Ketika bumi
menjadi emas, tiada tertinggal unsur kebumiannya; ketika sedih menjadi
gembira, duri kesedihan tiada tersisa. Karenanya, Sang Mustafa
bersabda: “Wahai pencari rahasia-rahasia, jika engkau hendak melihat
orang mati yang hidup, Yang berjalan- jalan di atas bumi, seperti orang
yang masih hidup, namun dia telah mati dan jiwanya telah pergi ke al-
Jannah; Orang yang jiwanya memiliki tempat-tinggal yang tinggi saat
ini, ketika ajalnya tiba, tidaklah jiwanya dipindahkan. Karena dia
telah dipindahkan sebelum mati: rahasia ini hanya dimengerti dengan
mengalami kematian, bukannya dengan menggunakan nalar seseorang;
Tetaplah itu sebuah pemindahan, tetapi tidak sama dengan pemindahan
jiwa-jiwa dari mereka yang rendah: itu mirip dengan suatu perpindahan
dalam hidup ini, dari suatu tempat ke tempat lain. Jika ada yang ingin
melihat seseorang yang telah mati, tapi masih tampak berjalan di bumi,
Biarkanlah dia memperhatikan Abu Bakar, sang shalih, yang dengan
menjadi seorang saksi yang shiddiq, menjadi Pangeran Kebangkitan. Dalam
hidup kebumian kini, tataplah sang shiddiq, sehingga lebih yakin lagi
engkau percaya kepada Kebangkitan. ” Karena itulah, Muhammad merupakan
seratus kebangkitan jiwa, di sini dan kini; sebab terlarutkan dia dalam
kematian, dari kehilangan dan keterikatan sementara. Ahmad itu lahir
dua-kali di alam ini: dia memanifestasi dalam seratus kebangkitan.
Mereka bertanya kepadanya mengenai Kebangkitan: “ Wahai (engkau yang
adalah) Sang Kebangkitan, berapa jauhkah jalan menuju Kebangkitan ?”
Dan sering dia akan berkata, dengan kefasihan bisu: “ Adakah seseorang
menanyakan (kepadaku, yang adalah) Sang Kebangkitan, mengenai
Kebangkitan ?” Oleh karenanya, Sang Rasul yang membawa kabar-kabar
gembira berkata, dengan penuh- makna: “Matilah sebelum engkau mati,
wahai jiwa-jiwa mulia, Seperti aku telah mati sebelum mati, dan
membawa dari Sana kemasyhuran dan keterkenalan ini. ” Sebab itu,
jadilah kebangkitan dan, dengan demikian, lihatlah kebangkitan: menjadi
kebangkitan adalah syarat yang diperlukan agar dapat melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya. Sampai engkau menjadi hal itu, tidaklah
akan engkau ketahui dengan sempurna, apakah hal itu terang atau gelap.
Jika engkau menjadi ‘ Aql, engkau akan mengetahui ‘ Aql dengan sempurna;
jika engkau menjadi Cinta, akan engkau ketahui nyala sumbu Cinta.
Akan aku nyatakan dengan jelas bukti dari pernyataan ini, jika ada
pengertian yang tepat untuk menerimanya. Buah-ara mudah diperoleh di
sekitar sini, jika ada burung pemakan buah-ara yang mau bertamu.
Semuanya saja, lelaki ataupun perempuan, di seluruh alam, tiada
hentinya dalam sekarat, dan tengah mati. Anggaplah kata-kata mereka
sebagai wasiat kepada anaknya, yang disampaikan seorang ayah pada saat
seperti itu. Sehingga dengan demikian, semoga tumbuh di hatimu
pertimbangan dan belas-kasih, supaya akar kebencian dan kecemburuan dan
permusuhan dapat tercabut. Pandanglah sesamamu dengan cara demikian,
sehingga terbakarlah hatimu dengan belas-kasih, bagi sekaratnya. “Semua
yang mesti datang, akan datang:” anggaplah dia sudah datang di sini
dan kini, anggaplah sahabatmu sedang sekarat dan tengah mati. Dan jika
kehendak-kehendak yang mementingkan diri- sendiri menghalangimu dari
pandangan seperti ini, buanglah kehendak seperti ini dari dadamu; Dan
jika engkau tidak- mampu, janganlah terus berdiam-diri dalam keadaan
tidak-mampu itu: ketahuilah bersama dengan setiap ketidak-mampuan
terdapat Yang-Membuat-tidak- mampu. Ketidak-mampuan itu adalah sebuah
belenggu: Dia mengikatmu dengannya, engkau harus membuka matamu untuk
menatap Dia yang mengikatkan belenggu. Karenanya, bermohonlah dengan
rendah-hati, katakanlah: “ Wahai Sang Pemandu kehidupan, sebelumnya aku
merdeka, dan kini aku terjatuh dalam keterikatan; gerangan apakah
sebabnya? Telah lebih keras dari sebelumnya kuinjak-injakan kakiku pada
kejahatan, karena Engkaulah Sang Maha Kuasa, dan aku senantiasa
berada dalam kerugian. Selama ini aku tuli kepada seruan-Mu: seraya
mengaku-aku diri seorang penghancur berhala, padahal sesungguhnya aku
adalah seorang pembuat berhala. Apakah lebih pantas bagiku merenungkan
tentang karya-karya-Mu atau tentang kematian? (Tentang kematian):
Kematian itu bagaikan musim-gugur, dan Engkau adalah (akar yang
merupakan) sumber dari dedaunan. ” Telah bertahun lamanya, kematian ini
memukul-mukul genderangnya, (tetapi hanya ketika) telah terlambat
telingamu tergerak mendengarkan. Dalam kesakitannya (manusia yang
lalai) menjerit dari kedalaman jiwanya: “Wahai, aku tengah sekarat!”
Apakah baru sekarang ini Kematian membuatmu sadar akan kehadirannya?
Tenggorokan kematian serak karena teriakan-teriakannya; genderangnya
robek karena kerasnya pukulan-pukulan yang diterimanya. Tetapi engkau
menghancurkan dirimu- sendiri dalam remeh-temeh: baru kini engkau
menangkap rahasia kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar